Ngawi, memoterkini – Proses penjaringan Perangkat Desa Tirak, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, kini tak lagi sekadar kejanggalan, melainkan sebuah skandal integritas yang menyeret tiga pilar kekuasaan: Kepala Desa, Panitia Penjaringan, dan Camat.
Aksi meloloskan administrasi Rizky Sepahadin, putra kandung Kepala Desa (Kades) yang merupakan mantan narapidana kasus narkoba dengan vonis 4 tahun penjara, dianggap sebagai penghinaan terhadap Undang-Undang Desa dan moralitas publik.
Dugaan kuat adanya kolusi terselubung yang melanggengkan “dinasti” di tengah demokrasi desa semakin menguat.
Kepala Desa, Sang Arsitek Dinasti dan Pelanggaran Moralitas
Fokus utama sorotan tertuju pada Kepala Desa Tirak, Suprapto.
Tindakannya membiarkan, bahkan diduga kuat memfasilitasi putranya yang memiliki rekam jejak kriminal, adalah pukulan telak bagi tata kelola desa.
Ini bukan lagi desa, ini dinasti berkedok demokrasi. Kades menggunakan kekuasaan untuk membersihkan nama dan menempatkan ahli warisnya di jabatan strategis. Apakah desa ini sudah kehilangan pemuda berintegritas lain.?
“Padahal dalam penjaringan perangkat Desa yang meliputi berbagai jabatan tersebut begitu banyak peserta. Bahkan mencapai 59 orang, namun 1 peserta tidak memenuhi sarat dan 5 peserta yang mengundurkan diri, entah hal itu dilakukan lantaran sudah mengetahui adanya main mata atau faktor lain” ujar seorang warga setempat dengan nada geram
Yang jelas, sesuai Undang-Undang mensyaratkan Perangkat Desa harus berkelakuan baik. Kasus Rizky Sepahadin sebagai mantan terpidana narkoba berpotensi melanggar ketentuan yang mengatur batasan ancaman hukuman pidana bagi calon Perangkat Desa (yang umumnya merujuk pada ancaman hukuman paling singkat 5 tahun atau lebih), serta kewajiban pengumuman mantan napi secara terbuka dan jujur kepada publik.
Kritik paling keras pun diarahkan kepada Ketua dan seluruh Anggota Panitia Penjaringan Perangkat Desa. Mereka ditugaskan untuk menjaga filter moral dan administrasi, namun justru bertindak sebaliknya.
Panitia dinilai telah gagal total dalam fungsi verifikasi. Dengan vonis 4 tahun penjara atas kasus narkoba, Panitia harusnya mampu menelusuri secara cermat apakah Rizky Sepahadin memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam Perda/Perbup Ngawi, Terutama terkait ambang batas ancaman pidana dan kewajiban pengumuman publik.
“Panitia telah bertindak sebagai alat stempel yang melegitimasi kepentingan Kepala Desa. Apakah mereka tidak mampu membaca putusan pengadilan, atau justru sengaja buta demi melayani atasan demi mendapat keuntungan bersama?” tanya seorang sumber.
Sikap bungkam Panitia dalam menghadapi protes publik hanya menegaskan dugaan kuat adanya “permainan di meja belakang.” Pelanggaran syarat administrasi yang fatal ini berpotensi memiliki konsekuensi hukum yang serius, termasuk pembatalan proses dan tuntutan pidana bagi Panitia.
Indikasi pembiaran dan pengabaian paling memprihatinkan berasal dari level di atas desa, Camat Kwadungan, Didik. Sebagai perpanjangan tangan Bupati, Camat memiliki mandat untuk melakukan pengawasan dan verifikasi ketat sebelum memberikan rekomendasi.
Lolosnya mantan narapidana, yang notabene adalah anak Kepala Desa, menyingkap bahwa Camat Kwadungan telah gagal total menjalankan fungsi pengawasan. Kegagalan ini menunjukkan adanya rantai permisifitas yang membahayakan integritas pemerintahan di tingkat lokal.
Sayangnya, ketika dikonfirmasi wartawan, Didik selaku Camat Kwadungan terkesan enggan membeberkan permasalahan ini.
Mengapa Camat diam? Ini skandal besar yang seharusnya langsung dihentikan di tingkat Kecamatan.
“Camat seolah ‘tutup mata’ terhadap pelanggaran integritas.
Pembiaran ini mengindikasikan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di Tirak, tapi mungkin sistemik,” tegas sumber tersebut.
Menyikapi permasalahan ini, publik mendesak Bupati Ngawi untuk segera turun tangan. Kasus ini harus menjadi titik nol bagi penegakan hukum di Ngawi. Pemerintah Kabupaten didesak untukbMembatalkan hasil administrasi Rizky Sepahadin jika terbukti melanggar syarat hukum.
Melakukan audit menyeluruh terhadap proses penjaringan di Desa Tirak.
Mengevaluasi dan menindak tegas kinerja Camat Kwadungan yang dinilai lalai.
Kegagalan menindak tegas skandal ini akan menjadi preseden buruk.
Dan mengukuhkan anggapan bahwa di Ngawi, jabatan publik bisa dibeli, dan integritas hanyalah aksesoris administrasi belaka. Siapa yang akan bertanggung jawab atas pengkhianatan amanah rakyat ini?



