Bojonegoro, Memoterkini –Pemkab Bojonegoro nampaknya tidak adil dan terkesan anak tirikan Warga Jl. Pondok Pinang.
Sebab, untuk memperbaiki jalan bobrok di wilayah pondok pinang yang melintang di dua desa, yakni Desa Sukorejo dan Ngrowo, Pemkab mensyaratkan harus ada kontrak kerja sama antara warga penghuni dengan PT KAI.
Sementara pada jalan Lettu Suwolo, Jalan TGP hingga jembatan Kaliketek, tak ada kerjasama dengan siapapun, pemkab tetap diperbaiki, entah sejak tahun kapan. Bahkan, tiap tahun ada perbaikan.
“Termasuk jalan-jalan lingkungan di beberapa RT di Kelurahan Ngrowo, juga gak ada syarat tersebut. Tapi kenapa untuk membangun jalan pondok pinang harus ada syarat itu.
Apa dikira jalan pondok pinang itu hanya milik sekelompok warga yang tinggal di sepanjang jalan itu, jalan pondok pinang itu jalan umum pak Bupati, jangan salah,” kata Alham M. Ubey, Ketua Perkumpulan Pewaris Bangsa (PPB), sebuah organisasi yang menghimpun warga yang menguasai dan menemoayi lahan bantaran eks jalur kereta api yang sudah mati itu.
Alham, yang ditemui usai rapat konsolidasi PPB dengan warga mengatakan, tanah yang dipake untuk Jalan Lettu Suwolo dan jalan TGP TRIP itu semuanya juga masuk klaim aset PT KAI. Termasuk lahan masuk kawasan stadion Letjen Soedirman dan halaman eks pasar hewan.
“Apakah pemkab juga sudah punya ijin dan kerja sama sewa kontrak dengan PT KAI? Saya yakin sama sekali tdak ada,” ujarnya.
Statmen PJ Bupati Bojonegoro, Andriyanto yang mengharuskan warga menyelesaikan status hukum antara warga dengan PT KAI, menurut Alham, menunjukkan bupati tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri, dengan dalih hukum.
Padahal, tambahnya, seluruh warga yang menempati lahan di kanan-kiri jalan pondok pinang itu telah membayar pajak. Sementara sejak Belanda hingga saat ini, PT KAI sama sekali tak pernah bayar pajak atas tanah yang diklaim sebagai asetnya itu.
Ditambahkan Hasan Basri, Ketua RT 20 Kelurahan Ngrowo, seharusnya PJ Bupati dan Pemkab Bojonegoro tidak semudah itu meyakini apa yang disampaikan oleh PT KAI. Tapi mempelajari dulu, bagaimana sejarah lahan itu sampe dijadikan jalur rel kereta api di jaman penjajahan Belanda.
“Termasuk terkait pencatatan atas tanah itu di aktiva Pt KAI. Apakah sudah prosedural sesuai dengan UU pojok agraria no 5/1960, harus dipelajari dulu pak,” jelasnya.
Dijelaskan Supriatmoko, Sekretaris Perkumpulan Pewaris Bangsa Bojonegoro, untuk bisa mencatatkan sebuah aset berupa tanah, peninggalan Belanda harus melalui prosedur yang sdah ditentukan oleh UU pokok agraria itu.
“Waktu mengurusnya pun jelas ditentukan dari tahun kapan hingga tahun kapan. Waktunya pun dibatasi. La kalo hingga saat ini belum juga ada sertifikat atas tanah itu, lalu main catat saja di aktivanya, jelas ada prosedur hukum yang tidak dilalui oleh PT KAI dan itu cacat hukum,” kata Moko.
Oleh karena itu, Moko, demikian panggilan akrabnya, menyerukan perbaiki saja jalan pondok pinang ini.
Tidak usah mengkaitkan status lahan yng ditempati warga. “Soal memperbaiki jalan dengan urusan hukum antara warga dengan PT KAI, itu harus dipandang sebagai hal yang berbeda. Kecuali jalan itu khusus milik warga jalan pondok pinang, la ini jalan umum kok,” serunya.
Sehingga terkait ini Pemkab Bojonegoro memfasilitasi dan mediasi antara PT KAI dan warga Jalan Pondok pinang.
Namun negosiasi buntu antara warga Jalan Pondok Pinang dengan PT KAI menyulut amarah lebih besar. Bahkan kini, warga mengarahkan kekecewaan tersebut langsung kepada Pemkab Bojonegoro.
Wacana warga akan aksi demo besar-besaran akan turun ke jalan, untuk turunkan Pj Bupati bila bangun jalan saja terkesan pelit ke warga yang sudah tertib bayar pajak. (Tim)