Gresik, Memoterkini.com –Program pembagunan infrastruktur desa yang kini lagi giat – giatnya diselenggarakan oleh pemdes dalam rangka untuk menuju desa yang mandiri dan bisa memperbaiki roda perekonomian masyarakat desa, kini malah menjadi lahan basah bagi sebagian birokrasi yang ada di tingkat desa, padahal jika Kita bisa menerjemahkan secara baik apa yang telah di programkan pemerintah pusat melalui Dana Desa (DD), selayaknya Kita bisa berusaha untuk lebih baik lagi dalam pengelolaan dana tersebut, apalagi dana yang bergulir setiap tahun itu langsung masuk ke rekening desa, tapi apa yang terjadi di lapangan justru sangat miris dan terlihat asal – asalan dalam pengelolaan dana tersebut.
Seperti yang terjadi di Desa Betiting Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik, program pembangunan rehabilitasi paving jalan lingkungan yang bersumber dari DD seolah – olah terkesan ngawur dan patut ada indikasi mark up anggaran, dari total volume pekerjaan P 72 M X L 4 M dengan menggunakan anggaran sebesar Rp. 127 109 000,- padahal Kami juga menemukan program yang sama pavingisasi jalan poros desa yang volumenya juga lebih besar tapi kok dana yang dipergunakan makin kecil, sangat lucu dan terkesan asal – asalan dalam penyusunan RAB nya, lantas apa dasar acuan yang dipergunakan untuk menyusun RAB, padahal acuan yang dari desa lain itupun bahan pavingnya juga baru semua tapi nominal anggaranya jauh lebih sedikit dari yang ada di desa Betiting.
Setelah Kami telusuri dan Kami lanjutkan ke pihak Inspektorat, namun apa jawaban yang Kami peroleh, bak gayung bersambut, setelah Kami menemukan adanya kejanggalan dalam anggaran proyek tersebut, Kami datang ke Kantor Inspektorat Gresik untuk menanyakan hal tersebut, tapi apa yang Kami dapat justru malah Kami kurang mendapatkan empati dari Dinas tersebut, padahal jika Kita mengacu pada tugas pokok dan fungsi adanya inspektorat adalah sebagai Instansi Pemerintah yang bertugas untuk mengawasi adanya program di daerahnya, tapi jika antara pemdes, tim monitoring kecamatan bahkan dari unsur PMD, juga Inspektorat sudah tidak bisa lagi menjalankan tupoksinya dalam pengawasan, lantas harus kemana lagi untuk mencari sebuah kebenaran dalam melaksanakan program yang ada di tingkat desa.
Seperti yang di sampaikan Hadi, selaku Kepala Inspektorat Gresik melalui pesan Whatsappnya, “setiap pelaksanaan kegiatan ada tahapan dan mekanisme, termasuk sistem pengawasan juga berjenjang sesuai tupoksinya, setiap pelaporan atau informasi yang masuk ke inspektorat akan menjadi bahan / data awal untuk dilaksanakan klarifikasi kepada pihak” terkait, Kalau berkenaan dengan kegiatan di desa, maka pasti akan dikonfirmasikan ke kecamatan dan dinas teknis, Setelah ada data klarifikasi dan ternyata belum bisa ditindaklanjuti / diselesaikan sesuai ketentuan maka menjadi kewenangan inspektorat melaksanakan pemeriksaan, begitu halnya yang terkait informasi di Desa Betiting, sudah diteruskan dan sedang dalam proses klarifikasi & monitoring oleh kecamatan dan dinas teknis terkait”, jadi semua dilakukan sesuai mekanisme dan peraturan yang berlaku.
Dari statement diatas menunjukkan betapa ribetnya dalam pengawasan toh hasilnya tetap nol, kenapa dengan nilai nol karena sampai sejauh ini belum ada tindakan untuk croos chek ataupun teguran untuk pembenahan ke desa tersebut, malahan Hadi seolah menilai bahwa Kami bekerja tidak profesional dan terkesan mengada – ada sesuai pesan lewat selulernya yang dikirim kepada Kami, “silakan anda melaksanakan pemantauan atau apapun namanya, tapi juga tidak tepat kalau menulis tentang institusi dengan asumsi yang cenderung fitnah dan mendzolimi orang tanpa dasar”, Saya doakan anda jadi orang baik baik, berfikir obyektif dan menempatkan sesuatu secara proporsional, Anomali sekali sang Kepala Inspektorat kok tidak malah berterima kasih atas informasi yang Kami dapatkan malah menganggap Kami tidak propesional, memang ada apa dengan Inspektorat Gresik..??( BLK )