Gresik, Memoterkini – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Kedamaian Gresik memunculkan tanda tanya besar soal transparansi dan integritas. Temuan lapangan serta testimoni sejumlah wali murid mengindikasikan adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan penerimaan jalur “siluman” yang tidak sesuai prosedur resmi.
Dalam regulasi resmi Kementerian Pendidikan, PPDB hanya dibuka melalui empat jalur: zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan prestasi. Namun investigasi kami menemukan pola penerimaan yang mencurigakan. Sejumlah calon siswa disebut berhasil masuk tanpa memenuhi syarat zonasi maupun prestasi, diduga karena adanya transaksi uang “di bawah meja”.
“Ada orang yang bisa masuk walau nilainya tidak cukup, asal mau bayar. Jumlahnya bisa jutaan,” ujar salah satu wali murid yang meminta identitasnya disamarkan demi keamanan anaknya.
Selain dugaan jalur belakang, orang tua juga dibebani pungutan awal mencapai Rp1,7 juta untuk seragam dan perlengkapan, tanpa rincian resmi. Jumlah ini dinilai janggal, apalagi di sekolah negeri yang menurut aturan Permendikbud tidak boleh memungut biaya di luar ketentuan.
“Kami pikir masuk sekolah negeri itu gratis. Tapi ternyata langsung disodori tagihan. Rasanya seperti masuk sekolah swasta mahal,” keluh seorang ibu yang juga memilih bungkam karena takut anaknya dirugikan.
Fenomena ini menciptakan tekanan psikologis di kalangan orang tua. Banyak yang memilih membayar demi menjaga kenyamanan anak mereka di sekolah.
Sekolah Negeri Jadi Lahan Komersial?
Praktik semacam ini, jika benar terjadi, bisa merusak tatanan pendidikan publik. PPDB yang seharusnya menjadi mekanisme pemerataan justru disusupi kepentingan transaksional. Pendidikan yang dibiayai APBN dan APBD seolah berubah menjadi komoditas.
Aktivis pendidikan dan pemerhati kebijakan publik mendesak agar Pemprov Jawa Timur, Ombudsman, hingga aparat penegak hukum segera turun tangan. Mereka meminta audit menyeluruh terhadap proses PPDB dan penggunaan dana di sekolah tersebut.
“Ini bukan soal besar kecilnya uang. Ini soal keadilan. Kalau praktik ini dibiarkan, generasi kita akan tumbuh dalam sistem yang korup sejak bangku sekolah,” ujar seorang aktivis pendidikan yang ikut memantau kasus ini.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum memberikan tanggapan resmi. Tim kami masih berupaya menghubungi Kepala Sekolah SMAN 1 Kedamaian untuk klarifikasi. ( BLK )


