Bojonegoro, memoterkini – Kasus penambangan ilegal didua lokasi Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Perhutanan Sosial KTH Bendo Rejo dan KTH Margotani Kabupaten Bojonegoro terus berlanjut.

Bahkan berdasarkan data, Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, juga sudah melayangkan surat pemberitahuan untuk dimulainya tahap penyidikan kasus tambang Ilegal tersebut ke Polda Jatim dan Kejati Jatim.

Terutama terhadap Terlapor Rio Handoko yang diduga aktor dari salah satu lokasi tambang Ilegal yang sebelumnya sudah digrebek bersama Polda Jatim, dengan berhasil mengamankan dua orang operator alat berat beserta 2 unit excavator.

Dalam, bahwa proses penyidikan tersebut dilakukan sejak tanggal (02/05/25) dengan dasar pasal 6 ayat (1) huruf b, pasal 7 ayat 2 UU no.8 tahun 1981 tentang KUHP., dan Pasal 77 undang-undang RI No 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Kemudian, pasal 29 pasal 30 undang-undang RI no 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, serta merujuk surat laporan kejadian dengan nomor: LK.05/GAKKUMHUT.8/SW.II/GKM.5.3/6/2025.

Dan dilanjutkan atas dasar surat perintah tugas nomor: Springas.03 GAKKUMHUD.8/SW.II/GKM.5.3/6/2025. Yang terakhir sesuai dengan surat perintah penyidikan nomor: Sprindik. 03/GAKKUMHUD.8/SW.II/GKM. 3/6/2025., 02/05/2025.

Sementara sampai berita ini dipublikasikan, baik kejaksaan tinggi negeri Jawa Timur, Polda Jatim maupun Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan dan juga Rio Handoko atau terlapor masih belum ada yang bisa dikonfirmasi.

Namun kendati demikian, masyarakat pastinya menunggu ending dari perjalanan proses penyidikan kasus yang sudah menjadi perhatian publik tersebut.

“Dan berharap pelaku utama aktivitas tambang ilegal tersebut segera terungkap dan dapat diadili sesuai hukum yang berlaku” cetus publik.

Karena pelaku diduga kuat sudah melanggar Pasal 89 Jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Jo. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Selain itu, dalam perkara tersebut, pelaku diduga sudah melanggar pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yakni Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Kemudian, pasal 3 berbunyi Setiap orang yang menguntungkan tujuan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Bersambung