Surabaya, Memoterkini — Praktik pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan kembali mencuat. Kepala SMA Negeri 18 Surabaya, Usman, diduga kuat terlibat dalam penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) senilai Rp454.000 untuk 10 item kepada siswa, yang disebut-sebut melanggar ketentuan perundang-undangan.

Laporan dari wali murid menyebutkan, penjualan LKS dilakukan secara terstruktur di lingkungan sekolah, sehingga memaksa orang tua untuk membeli. Padahal, berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah serta UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pungutan yang membebani siswa dan tidak sesuai mekanisme resmi dilarang keras. Pelanggaran tersebut berpotensi dijerat Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.

Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Surabaya, Kiswanto, diminta segera mengambil langkah tegas. Publik menilai, pembiaran atas dugaan pungli di sekolah negeri sama saja mencederai prinsip keadilan dan memperlemah integritas sistem pendidikan.

Pemerhati korupsi, Bago Sianipar, mengecam keras praktik tersebut.
“Pungli di sekolah bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga tindak pidana korupsi. Ini jelas merugikan siswa dan orang tua. Aparat penegak hukum wajib turun, jangan sampai kasus ini tenggelam seperti yang sudah-sudah,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).

Bago menegaskan, tindakan cepat Kacabdin akan menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah dalam memberantas pungli di sektor pendidikan.
“Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Jika dibiarkan, budaya pungli akan terus mengakar dan merusak generasi mendatang,” tegasnya. ( BLK )