Lamongan, memoterkini – Masyarakat Desa Bulutengger, Kecamatan Sekaran, Lamongan, kini hidup dalam penderitaan ganda, aroma busuk limbah yang menyesakkan dan bau amis dari dugaan kelambanan aparatur negara.
Sebuah SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang beroperasi di utara Koramil setempat telah berulang kali membuang limbah cairnya langsung ke got perkampungan, mencemari air, dan yang paling parah, diduga telah merusak kualitas air sungai.
Keluhan warga sudah diutarakan, namun pihak perusahaan hanya menyajikan alasan klise, mulai dari sabotase hingga penampungan penuh. Dan Ironisnya lagi setelah janji dibersihkan, praktik haram pembuangan limbah justru kembali diulangi.
“Kami sudah lapor ke Kepala Desa dan Pak Camat, tapi tindak lanjutnya tidak signifikan. Dampaknya nyata, air sumur kami bau tak sedap. Kami mau lapor ke mana lagi kalau sudah begini” ujar salah satu warga yang frustrasi.
Padahal tindakan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup, apalagi hingga mencemari sumur warga, sudah jelas-jelas merupakan Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang diatur sangat tegas dalam undang-undang.
Diantaranya yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Dan Pasal 104 UU PPLH secara lugas melarang Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pelanggaran ini diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Dan Perusahaan tersebut tentunya tidak bisa lagi berlindung di balik alasan teknis seperti penampungan penuh.
Sebab Ini adalah cerminan dari ketiadaan tanggung jawab dan pelanggaran izin lingkungan yang fatal. Pihak berwenang harus segera melakukan verifikasi izin lingkungan dan, jika terbukti melanggar, DLH Lamongan harus berani menjatuhkan sanksi administratif terberat, seperti Pembekuan atau Pencabutan Izin Usaha.
Sementara terkait Aduan warga sudah masuk ke Kades dan Camat, namun tidak ada tindak lanjut yang signifikan. Dan ini menunjukkan adanya potensi kelalaian pengawasan berjenjang.
“Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lamongan sebagai garda terdepan penegak hukum administrasi lingkungan, harus segera turun tangan” tegas masyarakat setempat.
Lantaran Mandat UU PPLH sudah jelas, bahwa DLH wajib menindaklanjuti pengaduan dalam batas waktu tertentu. Kapan DLH Lamongan akan mencium bau busuk limbah, bukan hanya bau birokrasi.
Jika sanksi administratif tidak diindahkan, kasus ini sudah memenuhi unsur untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan pidana.
Polres Lamongan memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang lingkungan hidup dan wewenang untuk menangani dugaan tindak pidana ini.
Mengingat perusahaan berulang kali mengulangi perbuatannya dan dampak pencemaran telah merusak sumber air warga (hak dasar), penegakan hukum persuasif sudah gagal.
Kendati demikian, Polres Lamongan maupun dinas lingkungan hidup (DLH) belum bisa dikonfirmasi dan juga masih belum terpantau menindaklanjuti keluhan warga tersebut.
Oleh karenanya, masyarakat mendesak Polres Lamongan segera mengambil langkah proaktif, berkoordinasi dengan DLH, dan memulai penyelidikan untuk menjerat pelaku kejahatan lingkungan ini dengan sanksi pidana, bukan hanya denda administratif.
Lamongan Darurat Lingkungan, Rakyat Bulutengger menunggu respons cepat dari aparat penegak hukum dan DLH, sebelum air sumur mereka benar-benar tak bisa digunakan lagi dan kepercayaan publik pada supremasi hukum benar-benar tergerus.
DLH Lamongan dan Polres Lamongan wajib segera membentuk tim terpadu untuk melakukan Verifikasi Lapangan dan Pengambilan Sampel Air untuk membuktikan pencemaran.



