Lamongan, Memoterkini – Ditengah keberhasilan Kejaksaan Agung RI dalam mengungkap sekandal Mega korupsi di negeri Indonesia tampaknya akan mendapat perlawanan dari para oknum pejabat koruptor.
Buktinya, pemerintah dan DPR saat ini bukannya sibuk untuk membahas pengesahan RUU perampasan aset para koruptor. Malah membahas Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Menurut salah satu pakar hukum yang tidak mau dipublikasikan namanya menilai waktu pembahasan RUU tersebut sangat singkat dan terkesan dipaksakan. Sehingga tidak sebanding dengan jumlah persoalan dan daftar isi masalah yang menumpuk dalam lingkup hukum acara pidana.
“Dan salah satu poin pembahasaan RUU KUHAP seperti hanya berniat untuk melemahkan upaya Kejaksaan Agung dalam penanganan Kasus pemberantasan korupsi saja,” ujarnya.
Meski tidak semua subtansi yang diatur dalam RUU tersebut bermasalah namun Salah satu pakar hukum ini menilai pembahasan RUU KUHAP tidak menyentuh RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Padahal KUHAP ini merupakan hukum formil untuk menjalankan KUHP sebagai sumber hukum materiil. Bagaimana mungkin hukum materiilnya belum selesai, namun hukum formilnya selesai lebih dulu,” imbuhnya.
Selain itu, menurut pandangan salah satu masyarakat yang enggan disebutkan namanya, pembahasan RUU KUHAP sangat tidak pro terhadap upaya pemberantasan korupsi. Seperti penghapusan kewenangan penyidikan Kejagung.
Alasannya, isi RUU KUHAP yang dibahas oleh DPR saat ini kurang mengakomodasi dan cenderung hanya berambisi untuk memberangus Kejaksaan Agung RI.
Artinya, terkesan hanya akan dijadikan senjata ampuh oleh oknum pejabat koruptor untuk melumpuhkan keperkasaan Kejagung dalam memberantas para perampas uang rakyat alias oknum pejabat koruptor.
Oleh sebab itu rakyat harus ikut mendukung Kejagung dan mendesak presiden RI serta DPR untuk mengkaji ulang atau menghentikan pembahasan RUU KUHAP, karena selama ini yang paling berhasil memberantas koruptor yakni Kejaksaan Agung RI.
Faktanya, seperti keberhasilan Kejagung dalam mengungkap kasus Mega korupsi Pertamina Rp. 968.5 T., PT. Timah Rp. 300 T., BLBI Rp. 138 T., Duta Palma Rp. 78 T., PT. TPPI Rp.37 T., PT. Asabri Rp. 22 T.
“Selanjutnya, Mega korupsi PT. Jiwasraya Rp. 17 T., Kemensos Rp. 17 T., Sawit CPO Rp. 12 T., Garuda Indonesia Rp. 9 T., BTS Kominfo Rp. 8 T., Bank Century 7 T., dan masih banyak lagi kasus-kasus besar lainnya yang tengah ditangani penyidik dari kejagung,” tandasnya. (Tim/Red)