Gresik – Abdul Aziz, Kepala Desa Sangkapura, Bawean, Kabupaten Gresik, saat ini tengah menjalani rehabilitasi sebagai pecandu narkoba di Pusat Rehabilitasi Giri Raharja, Driyorejo. Penanganan kasus tanpa penahanan, tanpa pencopotan jabatan, dan tanpa sanksi hukum memunculkan sorotan tajam dan kecurigaan luas dari masyarakat.

Front Pembela Suara Rakyat (FPSR) menyebut penanganan kasus ini sebagai bentuk anomali hukum yang diduga dilindungi oleh jaringan kekuasaan. Ketua FPSR, Aris Gunawan, menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi politik dalam kasus narkoba, terlebih ketika melibatkan pejabat publik.

“Penegakan hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan politik. Kasus narkoba bukan ruang untuk tawar-menawar. Siapapun pelakunya, apalagi kepala desa, harus diproses secara tegas. Kami menegaskan: Presiden harus mendengar dan turun tangan,” ujar Aris.

FPSR bahkan berencana mengirimkan surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia agar mengambil tindakan langsung atas kejanggalan dalam penanganan kasus ini.

“Kami akan menyurati Presiden. Negara tidak boleh menutup mata. Publik menunggu sikap tegas terhadap aparat di bawah yang gagal menegakkan keadilan,” lanjutnya.

FPSR juga menyoroti pernyataan kepolisian yang menyebut Abdul Aziz baru mengenal narkoba pada awal 2025. Pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk pembelokan fakta, mengingat rekam jejak digital dan pemberitaan media menunjukkan Aziz telah kerap keluar-masuk diskotek di Surabaya sejak 2020.

Selain itu, FPSR mempertanyakan proses pencalonan Abdul Aziz sebagai kepala desa. Salah satu syarat utama pencalonan adalah surat keterangan bebas narkoba. Fakta bahwa ia kini direhabilitasi sebagai pecandu aktif memunculkan dugaan kuat adanya manipulasi atau pembiaran administratif dalam proses verifikasi.

“Ini bukan sekadar kesalahan prosedur. Ini bentuk pembiaran sistematis. Hanya di Gresik, pengguna narkoba bisa tetap menjabat tanpa sanksi. Publik berhak tahu siapa yang melindunginya,” tegas Aris.

FPSR menuntut pencopotan Abdul Aziz dari jabatannya, serta mendesak investigasi menyeluruh terhadap keterlibatan berbagai pihak, mulai dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), pihak kepolisian, hingga oknum dalam tim verifikasi pencalonan.

Hingga saat ini, media ini masih menjalin komunikasi dengan sejumlah lembaga hukum dan instansi terkait di Jakarta. Perkembangan dan hasil konfirmasi resmi akan disampaikan dalam laporan selanjutnya.

Redaksi juga tengah mendalami kemungkinan keterlibatan aktor non-yuridis dalam proses perlindungan terhadap Abdul Aziz, termasuk dugaan intervensi politik yang berpotensi mempengaruhi arah penegakan hukum. ( BLK/Red )