Bojonegoro, Memoterkini – Proyek pelebaran Jembatan Padang–Trucuk di Dukuh Gampeng, Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, kembali jadi buah bibir. Dengan nilai kontrak Rp 614.171.109, dari APBD 2025, proyek yang dikerjakan CV. Karomah dan diawasi CV. Raiya Mitra Utama ini menyimpan sederet kejanggalan teknis yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Dari hasil penelusuran lapangan, gambar yang terekam menunjukkan proses pengecoran tanpa bekisting (begisting). Tulangan baja (rebar cage) langsung ditanam di parit berlumpur, sementara genangan air mengisi dasar galian. Praktik ini jelas melanggar standar konstruksi jembatan. Beton yang dicor tanpa cetakan akan menyusup ke tanah, bercampur lumpur, dan kehilangan kepadatan. Alih-alih kokoh, struktur justru berpotensi keropos sejak awal.

Lebih parah lagi, tulangan terlihat bersentuhan langsung dengan tanah dan air, tanpa pembersihan yang memadai. Tidak tampak adanya spacer atau penopang untuk menjaga jarak tulangan dari permukaan beton (cover). Artinya, saat beton dicor, baja rawan muncul ke permukaan dan mempercepat proses korosi. Susunan tulangan pun tampak berantakan, ikatan longgar, dan spasi tidak terjaga sesuai gambar kerja.

Air yang menggenang di dasar galian juga menandakan tidak adanya dewatering maupun cofferdam. Dalam kondisi demikian, semen dalam adukan beton mudah tercuci, water/cement ratio naik, dan ikatan dengan tulangan melemah. Praktik pengecoran di dalam air hanya sah bila menggunakan metode tremie dengan aditif khusus, namun bukti itu sama sekali tak tampak.

Indikasi lain, tak terlihat bukti kontrol mutu beton, tak ada slump test, tak ada silinder uji, tak ada catatan mix design. Padahal, standar mewajibkan uji material sebelum dan sesudah pengecoran. Papan proyek memang jelas mencantumkan siapa pelaksana dan konsultan pengawas, tetapi bukti pengawasan aktif di lapangan nihil.

Ironisnya, ketika tim media mencoba mengonfirmasi pelaksana yang disebut bernama Agos, yang bersangkutan tidak memberikan jawaban apapun. Bungkamnya pihak kontraktor kian mempertebal kecurigaan publik.

Di sekitar lokasi, tampak sampah plastik dan tanah tebing yang rawan longsor. Tak ada tanda pengaman, tak ada rambu keselamatan, apalagi pekerja dengan APD lengkap. Dari sisi lingkungan maupun K3, proyek ini jelas jauh dari kata patuh regulasi.

Seorang akademisi teknik sipil menegaskan, tanpa begisting, tanpa dewatering, dan tanpa cover yang benar, kualitas beton dipertaruhkan. “Risikonya bukan hanya boros uang negara, tapi juga ancaman keselamatan pengguna jembatan. Jembatan bisa retak atau bahkan kolaps sebelum umur rencana tercapai,” tegasnya.

Proyek yang dimulai sejak 5 Agustus 2025 ini diberi tenggat waktu 90 hari kalender. Artinya, saat ini pekerjaan sedang berlangsung. Namun dengan sederet penyimpangan yang terang-benderang, publik menunggu sikap tegas dari Dinas PU Bina Marga dan Penataan Ruang Bojonegoro.

Apakah dinas akan membiarkan kontraktor bermain-main dengan kualitas, atau bertindak cepat menyelamatkan proyek dari keruntuhan dini? Pertanyaan itu kini bergema di Dukuh Gampeng dan sekitarnya.

Satu hal pasti, proyek ini bukan milik kontraktor. Ia berdiri dari uang pajak rakyat. Dan rakyat berhak mendapatkan jembatan yang aman, kuat, dan sesuai aturan, bukan sekadar tumpukan beton bercampur lumpur.